BIOLOGICAL WAR!!
Inget sama kejadian maraknya flu burung baru" ini ga?? Ngerasa aneh ga sih, padahal kan penyakit flu burung itu baru...tapi, tiba-tiba udah ada aja gitu vaksinnya dari luar... nah loh... padahal kan bikin vaksin itu lama...jangan-jangan virus flu burung itu buatan manusia..????
Udah bukan hal baru lagi, kalau sejak ratusan tahun lalu, udah ada yang namanya perang biologi. perang ini bahkan lebih mengerikan dan mematikan darripada perang fisik dan kimia, karena dia memakai agen biologi seperti virus dan bakteri yang ga keliatan tanpa mikroskop. Agen-agen ini bisa menjangkau tempat yang sangat luas bahkan tersembunyi sekalipun karena mereka super kecil...
saya akan sedikit membahas tentang perang biologi di sini
Indonesia jadi Laboratorium Senjata biologi ??
Inget sama kejadian maraknya flu burung baru" ini ga?? Ngerasa aneh ga sih, padahal kan penyakit flu burung itu baru...tapi, tiba-tiba udah ada aja gitu vaksinnya dari luar... nah loh... padahal kan bikin vaksin itu lama...jangan-jangan virus flu burung itu buatan manusia..????
Udah bukan hal baru lagi, kalau sejak ratusan tahun lalu, udah ada yang namanya perang biologi. perang ini bahkan lebih mengerikan dan mematikan darripada perang fisik dan kimia, karena dia memakai agen biologi seperti virus dan bakteri yang ga keliatan tanpa mikroskop. Agen-agen ini bisa menjangkau tempat yang sangat luas bahkan tersembunyi sekalipun karena mereka super kecil...
saya akan sedikit membahas tentang perang biologi di sini
Seni
perang biologis bukan hal yang baru, pada kenyataannya sejarah agen biologi di
dunia kita adalah sesuatu yang dimulai log yang lalu dan terus sampai hari ini.
Dari waktu Raja dan Ratu, penyelesaian Amerika, melalui kedua perang dunia, dan
ke dalam peperangan abad berikutnya biologis bukanlah hal baru.
Serangan
dilaporkan pertama menggunakan agen biologis datang selama periode abad
pertengahan sejarah. Tentara akan memuat mayat penyakit dikendarai, baik
manusia dan hewan sama, ke ketapel dan meluncurkan mereka atas tembok kota
selama pengepungan. Mayat-mayat ini akan menyebarkan bakteri mengerikan seluruh
penduduk kota, dan akhirnya membunuh orang, atau melemahkan tentara.. Pasokan
air, sumber makanan, segalanya akan terinfeksi dengan menggunakan metode ini,
tercela namun sangat efektif peperangan. Penggunaan mayat mati dalam peperangan
dan Eropa terus memunculkan Black Death, penyakit yang menyapu sebagian besar
penduduk Eropa.
Ketika
Amerika ingin menyelesaikan apa pun negara baru mereka tampak seolah-olah bisa
menghentikan mereka, dan bahkan bisa tidak ada, bahkan penduduk asli Amerika
yang telah tinggal di sini selama ribuan tahun sebelumnya. Jadi pemukim harus
datang dengan cara untuk membersihkan tanah dari "India" dan begitu
jenderal yang bertugas membersihkan tanah orang Indian memberikan selimut yang
telah digunakan untuk menutupi kesabaran cacar kecil di India. Orang Indian
belum pernah terkena penyakit semacam ini sehingga menyebar cepat membunuh
banyak dari suku-suku asli Amerika, mengurangi populasi India ke nomor para
pemukim bisa mengelola. Ini adalah contoh lain dari perang kuman awal.
Pada
tahun-tahun sebelum Perang Dunia II Jepang menyadari potensi perang biologis,
dan mengembangkan program senjata khusus dengan tujuan mengembangkan jiwa,
pengujian
dan efisien manufaktur agen bio untuk penggunaan militer. Dengan demikian
organisasi terkenal 713 dibentuk, pengujian agen biologis mereka di tahanan
perang. Beberapa agen sangat efektif dalam membunuh dan dimasukkan ke bom dan
digunakan selama perang. Setelah jatuhnya kekuatan Poros anggota Organisasi
Jepang 713 dan mereka yang memerintahkan penciptaan itu harus dibebankan dengan
kejahatan perang, tetapi menerima kekebalan untuk pertukaran penelitian mereka
kepada Amerika. Dokumen diterima dalam pertukaran tetap diklasifikasikan untuk
hari ini.
Selama
puncak perang dingin antara Rusia dan Amerika Serikat kita melihat boom dalam
produksi dan pengujian "Bio Racun" oleh kedua belah pihak. Racun
adalah agen terpilih menjadi perangkat membunuh paling efektif untuk perang
biologis. Ia selama ini waktu itu Anthrax diubah, bermutasi menjadi resisten
terhadap antibiotik yang telah kita buat untuk melawan penyakit. Amerika
Serikat memiliki Bio besar Toksin tim pengembangan dan departemen peperangan
skala besar biologis, tetapi bahwa semua itu kecil dibandingkan dengan
perkembangan biologis dari Rusia pada saat itu. Untungnya tidak menyerang
negara lain dan perang biologis skala penuh dihindari.
Untuk
tanggal senjata biologis paling baru yang telah digunakan adalah strain dari
Anthrax dikembangkan selama perang dingin. Pada hari-hari setelah 9 / 11
beberapa sumber yang tidak diketahui dikirim Anthrax dalam bentuk bubuk kepada
para pejabat di seluruh Amerika Serikat. Serangan ini membuat puluhan sakit dan
menewaskan lima orang, tidak ada yang telah diisi dengan kejahatan.
Sangat
menakjubkan bahwa semua akan teknologi dan cara-cara di mana manusia telah
ditemukan untuk menghancurkan satu sama lain itu akan menjadi kekuatan tak
terlihat, penciptaan bumi itu sendiri yang mungkin kehancuran terbesar kami.
Kita mungkin memiliki ribuan senjata nuklir, tapi itu adalah yang terkecil dari
kehidupan yang kita takut di atas segalanya.
Indonesia jadi Laboratorium Senjata biologi ??
Oleh: Amran Nasution *
Laboratorium Angkatan Laut AS sudah tiga tahun beroperasi tanpa kontrak. Penelitinya kebal diplomatik dan bebas berkeliaran tanpa pemeriksaan. Indonesia negara bagian Amerika?
Laboratorium Angkatan Laut AS sudah tiga tahun beroperasi tanpa kontrak. Penelitinya kebal diplomatik dan bebas berkeliaran tanpa pemeriksaan. Indonesia negara bagian Amerika?
Lihat saja, tak lama lagi berbagai serangan
dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) tertentu akan ditujukan kepada Departemen
Kesehatan. Lalu departemen itu akan jadi inceran Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Berbagai isu akan menerpa Siti Fadilah Supari, 59 tahun, Menteri
Kesehatan yang memimpin departemen itu. Yang penting, menteri ini harus diberi
pelajaran. Oleh karenanya berbagai elemen antek Amerika di Indonesia — yang
bertebaran di pemerintahan, LSM, intelektual, pers, dan politisi – harus
bekerja menyingkirkannya.
Skenario seperti ini secara eksplisit tergambar
sebagai sesuatu yang lazim di dalam The Confessions of an Economic Hitman yang
ditulis John Perkins, bekas intel ekonomi Amerika Serikat yang bertugas di
Jakarta di tahun 1970-an. Perkins datang ke sini menyamar sebagai konsultan
perusahaan Amerika, untuk membangun jaringan listrik. Tugas mereka sebenarnya
adalah menguasai Indonesia dan Asia Tenggara, melalui jebakan utang luar
negeri.
Lebih dari itu, seperti ditulis Perkins di
bukunya, Amerika bisa memerintahkan pembunuhan atau penggulingan kekuasaan
orang-orang yang mengganggu kepentingannya. Itu terjadi di berbagai negara
Amerika Latin.
Siti Fadilah Supari adalah orang Indonesia
pertama dalam beberapa dekade ini yang berani menentang kepentingan Amerika
Serikat. Ia menjadi Soekarno di tahun 1960-an. Presiden pertama Indonesia itu
dengan gagah berani berteriak, ‘’Go to hell’’, kepada Amerika. ‘’Pergilah ke
neraka, Amerika.’’
Sesungguhnya ia patut ditabalkan sebagai
patriot: Wanita Indonesia paling berani 2008. Ia berani mendobrak sistem dunia
yang zalim, tak adil, yang menjadikan Amerika Serikat sebagai penguasa yang
bisa bertindak seenak perut. Siti Fadilah Supari tak mau menjadi antek negeri
adidaya itu, dan orang seperti dia dibutuhkan negeri yang sedang terpuruk dan
rakyatnya terancam kelaparan. Itu semua karena banyak pemimpinnya yang lebih
merasa nyaman menjadi antek daripada menegakkan martabat bangsa.
‘’Saya berjuang sendiri. Tapi ini sebuah
ketidak-adilan yang bisa menuju pada kehancuran,’’ kata Siti. Betul, ia memang
sendiri. Lebih 500 anggota DPR diam saja. Begitu pula anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) yang lebih sibuk kasak-kusuk untuk memperbesar kekuasaan. Tak ada
dukungan pers, tak ada dukungan politisi, cendekiawan, atau siapa pun. Lihat
betapa sulitnya tak mau menjadi antek di sebuah komunitas antek.
Februari lalu, ia melansir buku dalam edisi
Indonesia berjudul, Saatnya Dunia Berubah, dan dalam edisi Inggris, It’s Time
for the World to Change. Kedua edisi buku – dicetak cuma 2000 eksemplar – sudah
terjual habis dan sedang dicetak ulang. Padahal buku itu sepi dari publikasi
pers. Di buku ini, ia betul-betul menelanjangi praktek WHO, badan kesehatan
dunia itu. Bagaimana WHO mewajibkan Indonesia mengirimkan virus flu burung ke
laboratoriumnya di Hongkong. Tahu-tahu sampel itu sudah ada di tangan Amerika.
Bagaimana virus flu burung dari Vietnam
diberikan WHO kepada perusahaan-perusahaan besar farmasi dunia untuk dijadikan
vaksin, lalu dijual dengan harga seenaknya ke negara yang terserang flu burung
– kebanyakan negara berkembang – tanpa konpensasi apa pun.
Lebih dari itu, gebrakan perempuan ini telah
mengungkap praktek kotor WHO. Ternyata lembaga itu hanya alat Amerika dalam
memperkuat arsenal perang biologisnya. Itu setelah terbukti data virus flu
burung yang diambil dari Indonesia, disimpan di Los Alamos National Laboratory.
Anda tahu itu tempat apa?
Inilah salah satu laboratorium penelitian untuk
mengembangkan nuklir dan rudal canggih Amerika. Nama Los Alamos – resminya
berada di bawah University of California – menjadi terkenal ketika Desember
1999, seorang penelitinya ditangkap polisi federal FBI, dituduh menjual rudal
nuklir W88 yang paling canggih waktu itu, kepada intelijen China.
Wen Ho Lee, peneliti itu, adalah warga Amerika
kelahiran Taiwan, mendapat gelar Ph D dalam rekayasa industri dari Texas
A&M University. Ternyata tuduhan tak terbukti, Wen Ho Lee dibebaskan.
Kasusnya berkembang menjadi isu rasial. Wen dituduh dan ditangkap hanya karena
dia satu-satunya peneliti berkulit kuning di laboratorium itu.
Tamengnya Perusahaan Farmasi
Jadi kalau sampel flu burung ada di Los Alamos, apa lagi gunanya kalau bukan untuk pengembangan senjata biologis (kuman). Wakil Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta, John A. Heffern, membantah tuduhan. Katanya, Amerika tak mengembangkan senjata biologis karena terikat konvensi internasional tentang larangan senjata biologis.
Jadi kalau sampel flu burung ada di Los Alamos, apa lagi gunanya kalau bukan untuk pengembangan senjata biologis (kuman). Wakil Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta, John A. Heffern, membantah tuduhan. Katanya, Amerika tak mengembangkan senjata biologis karena terikat konvensi internasional tentang larangan senjata biologis.
Mister John ini mungkin menganggap semua orang
Indonesia bodoh sehingga percaya saja pernyataannya. Betul, pada 1972, Presiden
Richard Nixon menandatangani Biological and Toxin Weapons Convention (BTWC),
yang mengharamkan penggunaan dan pengembangan senjata kuman dan racun. Nixon
juga menutup pusat pengembangan senjata biologis di Fort Detrick, Maryland,
dekat Washington, 3 tahun sebelumnya.
Konvensi diadakan karena pengembangan senjata
itu di antara blok Barat pimpinan Amerika dan blok Timur pimpinan Uni Soviet di
era perang dingin waktu itu sudah mengkhawatirkan. Tuduhan bahwa pasukan
Amerika menggunakan senjata kimia dan biologis di Vietnam, kemudian di Laos dan
Kamboja, sudah sulit dibantah. Amerika juga menggunakan senjata serupa di dalam
Perang Korea, awal 1950-an.
Tentu saja orang tahu Amerika tak
sungguh-sungguh melaksanakan isi konvensi. Para pengamat meyakini Amerika
menyembunyikan program senjatanya dengan menggunakan tameng
perusahaan-perusahaan farmasi di negerinya. Sebenarnya riset pengembangan
senjata itu tak penah berhenti.
Apalagi BTWC sendiri dianggap macan ompong, tak
memiliki ketentuan mengikat. Tak ada ketentuan yang mengizinkan pemeriksaan
terhadap suatu laboratorium yang dicurigai. Pada Maret 2001, ada upaya dari
Ketua Juru Runding BTWC, Tibor Toth, untuk mengusulkan sejumlah fasal yang
lebih mengikat, misalnya, diperbolehkan pemeriksaan terhadap suatu proyek.
Proyek Perang Kuman Terus Digalakkan oleh Amerika
Proyek Perang Kuman Terus Digalakkan oleh Amerika
Tapi usulnya ditolak mentah-mentah oleh
Presiden George Bush yang waktu itu sedang sibuk menakut-nakuti rakyatnya akan
bahaya senjata kuman dari teroris. Karenanya, Amerika, kata Bush, harus
mempersiapkan diri menangkalnya. Artinya, proyek perang kuman harus digalakkan.
Dengan penolakan itu, seperti ditulis di sebuah
jurnal oleh Profesor Barbara Hatch Rosenberg, ahli senjata biologis dari State
University of New York, ‘’Amerika Serikat dan komunitas internasional tak
sungguh-sungguh mengupayakan pelarangan senjata biologis.’’
Proyek perang biologis Amerika berjalan secara
tertutup, dan cukup aman atau steril dari pemberitaan pers. Soalnya, DPR
Amerika Serikat meloloskan undang-undang yang melarang penyiaran informasi
tentang riset kuman. Jelas undang-undang itu bertentangan dengan akta kebebasan
informasi yang dibangga-banggakan para pendukung kebebasan Amerika di sini.
Belang Amerika Serikat terbuka ketika pecah
perang Iran dengan Iraq di tahun 1980-an. Amerika membenci pemerintahan Islam
Iran karena menjatuhkan bonekanya yang setia, Shah Iran. Selain Amerika
khawatir Iran mengeskpor revolusi Islam ke sejumlah negara Timur Tengah yang
mengakibatkan pengaruh super power itu terkikis di kawasan kaya minyak.
Maka Amerika membantu Irak yang dipimpin Saddam
Hussein. Selain uang, informasi intelijen, senjata konvensional, Amerika
(beserta Inggris dan Italy) mengirimkan senjata kimia dan biologis ke Irak.
Banyak tentara Iran menjadi korban. Foto mayat
tentaranya dengan sekujur tubuh melepuh dibawa Iran ke PBB sebagai bahan bukti
pengaduan. Tapi PBB tak berbuat apa-apa karena pengaruh Amerika Serikat.
0 kommen:
Posting Komentar